Bagi beberapa orang, kenangan memang seperti harta karun. Mereka menyembunyikannya di tempat yang paling sulit dijangkau. Menguburnya rapat-rapat. Bahkan menghilangkan jejak akses menuju harta karun tersebut. Namun ketika mereka tersadar dari tidur panjangnya, mereka baru menyadari bahwa lebih baik memiliki harta karun dan beresiko mati karena sedih berkepanjangan daripada merasa hampa jiwa raga (dan akhirnya mati juga). Kemudian mereka mulai mencari harta karun yang mereka kubur sendiri...
Sial. Harta karunku belum juga ku temukan.
Jumat, 14 November 2014
Minggu, 26 Januari 2014
Kau adalah Aku
Mengapa bimbang?
Bukankah hari yang bertahun kau tunggu akan datang?
Mestinya tangis tak perlu lagi tumpah
Cukuplah sudah di penghujung malammu yang basah
Mengapa takut?
Bukankah ketakutan sudah kau buang sejak pertama keluar dari rumah?
Mestinya kau tegakkan kepala
Keberanianmu adalah senjata
Mengapa lemah?
Bukankah kau sudah terlatih menahan sakit di luar kesanggupanmu?
Mestinya tak ada yang bisa membunuhmu sekarang
Kekuatanmu terlalu sulit untuk dilawan
Jika kau lelah maka bersandarlah pada doa mereka yang mencintaimu
Jika kau penat maka tengoklah lagi foto usang itu
Jika kau rindu maka temuilah mereka dalam doamu
Jika kau merasa hancur maka bacalah kalimat demi kalimat surat cinta dari Tuhanmu
Jangan bimbang!
Jangan takut!
Jangan lemah !
Tuhan bersamamu, Ia lebih dekat dari nadimu...
Bekasi, 27 Januari 2014
Jumat, 24 Januari 2014
Rahasia Tempat Tujuan
Remuk redam
Entah rasa apa lagi
yang bisa aku lawan
Nelangsa dalam kenikmatan
mengenangmu untuk diriku sendiri
Di tengah rintik
hujan sore yang tiap tetesnya
menyia-nyiakan penyangkalan yang aku bangun
Ini sakit, sayang…
Wangi tanah basah dan
daun-daun segar yang menguar bagai obat bius membekap hidungku
Ia ciptakan
potongan-potongan gambar terangkai tentang pertemuan terakhir
Demi butir air mata
yang jatuh dua-dua
Oleh kalimat-kalimat
cinta dan denting lagu mana lagi ku beri tahu?
Diamku yang angkuh
bagai angin panas bulan Mei
Olehmu terpikirkah?
Aku yang diam tetap
memelihara rindu dan berharap Tuhan sudi menetapkanmu menjadi takdirku
Tidakkah kau mengerti
sulitnya mencukupkan diriku dengan bahagiamu saja?
Mencintai tak harus
memiliki kata mereka
Omong kosong!
Jemari kelingking
yang pernah terkait tak akan pernah rela, karena…
Obor yang pernah kau
kobarkan di dalamku telah membakar diriku seluruhnya
Bandung, 24 Januari 2014
Jumat, 15 November 2013
Hujan
Hujan. Menunggu. Aku. Kamu. Tak apa-apa. Hujan. Bukan masalah. Bercanda. Nada. Menunggu. Tak usah di tunggu. Hujan. Lebih lama. Tak berhenti. Senang. Tersenyum.
Hujan.
Kamu menerobosnya demi menemui aku. Namun tak mau menerobosnya agar lebih lama bersamaku.
Aku suka hujan.
Hujan.
Kamu menerobosnya demi menemui aku. Namun tak mau menerobosnya agar lebih lama bersamaku.
Aku suka hujan.
Senin, 16 September 2013
Tuhan, Bolehkah Aku Menangis?
Dalam diam tanpa kata. Dalam doa tanpa suara. Ku rapal namaMu di hatiku. Ku setubuhi artiMu dalam sujudku. Dalam sepi tanpa cahaya. Dalam hampa tanpa daya. Ku kristalkan pujianku dalam tiap butir biji tasbih. Ku lantunkan surat cinta dariMu dengan lirih.
Ku yakin Kau mendengarnya...
Ku yakin Kau menyaksikannya...
Dalam diam tanpa cahaya. Dalam hampa tanpa suara. Ku panjatkan permohonanku agar sampai ke langit sana. Ku mohon pengampunan dariMu yang Maha perkasa. Dalam doa tanpa daya. Dalam sepi tanpa kata. Ku pasrahkan guratan takdir yang menungguku. Ku ikhlaskan apa-apa yang bukan bagianku.
Ku yakin Kau mendengarnya...
Ku yakin Kau menyaksikannya...
Dalam diam, dalam doa, dalam hampa, dalam sepi,
Aku hanya ingin berkata,
aku lelah, Tuhan...
Maka, bolehkah aku menangis?
.
Kamis, 12 September 2013
Ibu, Aku Hanya Ingin Bersandar
Aku terpaku.
Seperti malam-malam sebelumnya di
jam yang sama pula. Aku selalu mencari cara agar bisa bersandar padamu. Ingatkah
Bu, ketika aku mendekatimu dan mencoba bersandar di pundakmu? Kau selalu bilang
tubuhku berat, lalu mendorongku perlahan dan kau pun menjauh.
Sejak saat itu aku melakukan diet
ketat dan olah raga gila-gilaan, Bu. Aku ingin menjadi ringan agar tak
membebanimu ketika aku bersandar di pundakmu. Ku kira usahaku berhasil… Berat
badanku hanya 42 Kg saat aku pulang menemuimu sebulan yang lalu. Tapi ternyata
aku tak cukup ringan untuk bersandar di pundakmu yang semakin rapuh. Aku tahu
kau menua, Bu. Karena itu aku tetap tersenyum ketika kau mendorongku untuk yang
kesekian kalinya saat aku berusaha bersandar padamu.
Tapi aku tak pernah berputus asa,
Bu. Aku bahkan membeli pil-pil ini agar tubuhku semakin ringan. Dan ku yakin malam
ini engkau pasti tak akan menolakku untuk bersandar padamu. Tubuhku tak lagi
berat, Bu. Aku seringan kapas. Atau mungkin, malah lebih ringan dari itu.
Karena sejak tadi aku bisa terbang dan mengambang di udara.
.
Aku ringan, Bu. Ringan sekali.
Tolonglah kali ini jangan
menolakku lagi.
Karena aku, hanya ingin bersandar...
Categories
Cerita Pendek,
Fiksimini
Langganan:
Postingan (Atom)